A. Berbicara mengenai pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia berarti berbicara mengenai awal mulanya sastra Indonesia sampai perkembangannya yang terakhir. Dari beberapa periode yang telah disebutkan sebelumnya maka dalam kajian ini kita akan mengurai satu persatu.
1. Periode Balai Pustaka (angkatan 20 an)
Pada tahun 1908, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah badan penerbit yaitu Commissie Voor de Volkslectuur atau yang kita kenal sekarang dengan nama Balai Pustaka. Pembentukan badan penerbitan ini merupakan politik Etis yang dijalankan Belanda. Pembentukan ini bertujuan untuk menarik simpatik masyarakat Indonesia dan mendirikan sekolah-sekolah untuk bumi putra. Namun pada kenyataannya perkiraan atau dugaan pemerintah Belanda meleset. Akibatnya banyak pemuda Indonesia yang duduk di bangku sekolah berangsur-angsur mendapat pengaruh tentang pemikiran sosialisme, komunisme, demokrasi dll.
Disamping itu, kemampuan membaca dan menulis semakin luas dikalangan masyarakat. Melihat kondisi ini, pemerintah Belanda mengganggap hal ini sangat berbahaya karena banyaknya buku-buku yang beredar dan mungkin menghasut masyarakat untuk melawan pemerintah Belanda. Hingga pada akhirnya pemerintah Belanda memilih karangan-karangan yang dianggap baik oleh mereka untuk dipergunakan di sekolah-sekolah dan dijadikan bacaan rakyat. Akhirnya pada tahun 1917 badan penerbit ini berubah menjadi Balai Pustaka. Adapun pengarang angkatan ini diantaranya:
a. Muhammad Yamin (lahir di Sawahlunto, 23 Agustus 1903, wafat di Jakarta 26 oktober 1962). Karya-karyanya berupa drama yang berlatar belakang sejarah antaranya Ken Arok dan Ken Dedes (1934), Kalau Dewi Tara sudah berkata,…..(1932). Selain itu ia pun menulis roman tentang Gajah Mada (1946), Pangeran Diponegora (1950),
b. Roestam Effendi, menulis dua buku yang berjudul Bebasari (1924) dan Percikan Permenungan (1926). Bebasari ini merupakan drama bersajak, isinya menceritakan tentang seorang pemuda yang berjuang untuk membebeskan kekasihnya dari cengkraman raksasa. Sedangkan Percikan Permenungan merupakan sebuah kumpulan sajak. Sajak-sajak yang dimuat dalam kumpulan ini merupakan percobaan-percobaan berani yang dilakukan Roestam Effendi dalam menulis puisi Indonesia yang sedapat mungkin lepas dari tradisi sastra Melayu. Adapu salah satu sajak Roestam Effendi yang berjudul Mengeluh
"Mengeluh"
Bukanlah beta berpijak bunga
Melalui hidup menuju makam
Setiap saat di simbur sukar
Bermandi darah, bercucurkan dendam
Menangis mata melihat mahluk
Berharta bukan, berhakpun bukan
Inilah nasib negri ‘nanda’
Memerah madu menguruskan badan
Ba’ mana beta bersuka cita
Ratapan ra’yat riuh gaduh
Membobos masuk menyapu kalbu
Ba’ mana boleh berkata beta
Suara sebat, sedanan rusuh
Menghimpit madah, gubahan cintaku
II
Bilakah bumi bertabur bunga
Disebarkan tangan yang tiada terikat
Dipetik jari yang lemah lembut
Ditanai sayap kemerdekaan ra’yat?
Bilakah lawang bersinar bebas
Ditinggalkan dera yang tiada terkata?
Bilakah susah yang kita benam
Dihembus angin kemerdekaan kita?
Di sanalah baru bermohon beta
Supaya badanku berkubur bunga
Bunga bingkisan, suara sya’irku
Di situlah baru bersuka beta
Pabila badanku bercerai nyawa
Sebab menjemput manikam bangsaku.
Lanjut ke halaman berikutnya,..........!
0 comments:
Posting Komentar