Jumat, Juni 09, 2017

Menangislah Nak

Tak seberapa lama sebelum siang terganti,
Gema tangis pertamamu mengundang senja sore ini.

Seperti kakakmu dua setengah tahun silam, 
ayah memanggilmu dengan doa mesti tak khusu karna degub jantung lebih keras dari tabuhan genderang berpalu.

Menjelang senja sore ini, gelisah kami tak henti berpacu
Ayah, ibu, kakek dan nenekmu tahu engkau mengikuti jalan dari jejak kakakmu.


Disini, Kursi2 penunggu tampak bisu tak menawarkan ketenangan sedikitpun.
Bau obat, seragam2 putih, cairan2 infus cukup memenjarakan jiwa kami.

"Selamatkan,...Selamatkan,..selamatkanlah Tuhan".
Bibir bergetar dan wajah pasi serta linangan air mata 
kami sadar engkaulah yang hak.

Jelang senja, setelah ibumu dihadang maut Tuhan menjawab segalanya.
Entah kalimat apa untuk mengucap syukur ini....
Setelah itu

Dipeluk Ayah engkau dalam menatap
Walau pandangmu kabur dan wajah ayah samar di matamu.

Dengarlah sejenak nak,
Kumandang azan,iqamat dan syikir 
kalimat pertama kuperdengarkan semoga membekas dihatimu. 
Lalu menangislah atau adukan segalanya.

Nak,...ayah faham
Mengapa engkau memilih jalan di belahan perut ibumu
Ini bukan salahmu,.Tapi rahasia serta kuasa tuhan .....

Menangislah,
Karna itulah bahasa yang kau faham selain kalimat ilahi
Menangislah,..
Tumpahkan air matamu di dekapku
Agar sedini mungkin kau kenal keringat dan duka kehidupan ayah.
Menangislah,....
supaya semua tahu,bahwa telah terlahir di negeri penyamun seorang jelita yang akan menikam kabatilan.

Nak Tuntaskanlah tangismu
Lalu lelap dan rangkai semua mimpi
Karena kehidupan tak selamanya seindah senja sore ini.

Makassar, 08 Desember 2016
Read more »

Jumat, September 26, 2014

Pemujaan


Memandang malam dan kelip bintang
gelombang bermain dalam telaga
Seakan angin meniup layarnya menuju tepi namun tak berakhir

Sunyi menyeruak dan dendang burung malam mendayu
Menembus sadarku pada bayang pesona


Bulan mengitip disela daun randu
Berselendang jingga
Laksana wujudmu berparas tujuh purnama

Sungguh lamunan ini begitu indah
Jika dalam bayang
kurengkuh wujudmu
Namun,…..
jika semua hanya pesona mimpi
ku harap menemukan aroma nafasmu
menjadi temanku di sini
tempat kau kupuja sebagai dewi.




 Mardianto
Makassar Mei 2014
Read more »

Rabu, Agustus 20, 2014

Sajak Herlin



Diakhir festival ini
Kurangkai kalimat sederhana
Sebagai ucapan selamat jalan
   
Sepekan terasa singkat
Untuk kau mengenal aku
Dan aku mengenal kau

Herlin
Malam ini kau memintaku bersajak
Sebelum pagi mengusik dan beranjak
Namun demi malam
    Demi bintang
    Demi bulan
    Demi kota daeng
Aku berjanji inginmu kutuntaskan
Meski hanya sepenggal sajak dari kata yang berulang

Biarkan malam ini
Di bawah lentera finisi
Kupahat batang tubuhku menjadi sampan
Yang mengantarmu sampai di pelabuhan kolaka

Herlin
Bila kelak angin menyapa wajahmu
Ketahuilah
Sukmaku terbelenggu rindu
Jiwaku terpasung sungguh

Tapi biarlah
Karena,…….. jika malam kembali membayang
Kerinduanku menjadi kunang-kunang
Yang menghiasi mimpi-mimpimu

Yah,….inilah sajakku yang ku tulis untukmu.

                                           Mardianto
                                           Unhas, 12 Mei 2012

Read more »

Jumat, Juni 27, 2014

Nak Datanglah.


Lama ayah menanti nak
Berharap tangismu membelah petang.
Meski kali ini harap cemas ayah kembali penuhi jiwa
Menunggumu mengetuk pintu dan muncul berwajah ayu
Begitu lama terasa nak
Sungguh terasa lama
Meskipun ayah memanggilmu begitu mesra
Meski ayah menjemputmu dengan doa-doa
Namun sedikitpun kau tak mengetuk
Bahkan tirai pembuka pun kau tak sentuh.
Ayah cemas dan takut
Jika kau tak menemui ayah tak menemui ibu, tak menemui nenek dan kakekmu.
Nak, hari ini ayah catat dilembar kehidupan
Tentang separuh jiwa ayah dan ibu yang dititipan tuhan Kepadamu.
Nak datanglah segera dan lihat negeri ini
Agar kelak kau dapat melukis langit untuk sebuah peradaban madani.

(Perasaan seorang ayah untuk anaknya yang akan lahir.)
Makassar, 14 Juni 2014
Read more »

Kamis, Juni 05, 2014

Di balik mata itu.

di balik sinar matamu
luas terbentang negeri permadani
sungainya mengalir tenang
pun kebun gandum kuning merona

ke sanalah pengembara berlayar
dituntun angin dan kejora
bahkan ombak diajaknya berlomba

di sanalah,.....
dibalik sinar matamu
mereka menambat sekoci dan perahu
melahirkan anak-anaknya
dan menggendonya menghabiskan musim

disinar matamu pula purnama berkaca
sebelum membagi sinarnya pada malam
hingga seisi jagad raya tahu
di dirimulah surga yang dituju.

                     
                           (di matamu sajak kerinduan.)
                            Makassar, 05 Juni 2014
Read more »