Jumat, Desember 23, 2011

Lanjutan Pertumbuhan dan perkembangan sastra, III,.........



a.       Sanusi Pane. Lahir di Muara Sipongi (Tapanuli) 14 September 1905 dan meninggal 1 Januari 1968. Tulisan-tulisannya berupa sajak yang terkumpul dalam Pancaran Cinta, Puspa Mega dan Madah Kelana. Dalam karangan-karangannya dapat diketahui juga adanya pengaruh-pengaruh pada Sanusi Pane, misalnya
1.      Pengaruh Barat (Angkatan 80 Negeri Belanda). Hal ini didapatnya karenapendidikannya dan tampak dalam karyanya yang berjudul Puspa Mega (lukisan alam dalam bentuk sonata
2.      Pengaruh India, yang diperolehnya karena pengalamannya di India. Hal ini amat besar artinya bagi pandangan hidupnya. Tampak pada karyanya Pancaran Cinta dan Madah Kelana.
3.      Pengaruh jawa, diperoleh dari studinya pada kesusastraan jawa kuno. Hal ini tampak dalam dramanya Kartajaya dan Sandhyakala ning Majapahit.
Dalam karangannya baik yang berupa puisi maupun prosa, ia menghendaki dan mencari kedamaian dan keteduhan. Dunia ini dalam pandangan matanya hanyalah bersifat maya semata. Salah satu karyanya berbunyi:

Candi Mendut

Di dalam ruang yang kelam terang,
Berhala budha di atas takhta,
Wajahnya damai dan teduh tenang,
Di kiri dan kanan Bodhisatwa.

Waktu berhenti di tempat ini,
Tidak berombak, diam semata,
Asas berlawan bersatu diri,
Alam sunyi, kehidupan rata.

Diam, hatiku, jangan bercita,
Jangan kau lagi mengandung rasa,
Mengharap bahagia dunia maya.

Terbang termenung, ayuhai, jiwa,
Menuju kebiruan angkasa,
Kedamaian petala Nirwana.

                              Dari: Madah Kelana.

b.      Armin Pane, buaah tangan beliau berupa roman yang berjudul Belenggu (1940). Selain itu cerpennya berjudul Barang Tiada Berharga, sajak, esai dan sandiwaranya berjudul Lukisan Masa. Cerpen-cerpennya bersama yang ditulis sesudah perang, kemudian dikumpulkannya dengan judul Kisah Antara Manusia (1953). Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpul dengan judul Jinak-Jinak Merpati (1954). Sajak-sajaknya berjudul Jiwa Berjiwa, Gamelan Jiwa (1960) dll.

c.       Amir Hamzah  ( 1911-1946).buah tangan beliau dalam bentuk kumpulan sajak berjudul Buah Rindu (1941), Nyanyi Sunyi (1937).  Adapun kumpulan terjemahan sajak dari negeri-negeri tetangga seperti Arab, Persia, Jepang, India dll berjudul Setanggi Timur (1939).
Sajak-sajaknya yang pertama bernada keputusasaan, seperti yang terkumpul dalam buah rindu.
Bonda, waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh kembang cempaka
Adakah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda?
                              (Buah Rindu 1)

Bahkan kemudian iapun berpikir tentang maut, yang dipanggilnya supaya melepaskan dirinya dari nestapa yang gelap gempita menimpa anak lascar musafir lata ini.

Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita
                      (Buah Rindu II)
Tetapi keputusasaan itu telah melampaui masa kesepian dan kebimbangan, dan setelah mengusi keraguan dan kewaras-warasannya sendiri, akhirnya menemukan kedamaian dalam tuhan yang disebutnya:
Kaulah kendil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu.
                      (Padamu Jua-Nyanyi Sunyi)
Salah satu sajaknya yang termuat dalam sajak Nyanyi Sunyi ber bunyi:
Astana Rela
Tiada bersua dalam dunia
Tiada mengapa hatiku sayangtiada dunia tempat selama
Layangkan angan meninggi awan

Jangan percaya hembusan cedera
Berkata tiada hanya dunia
Titikan tajam mata kepala
Sungkemkan sujud hati sanubari

Mula segala tiada ada
Pertengahan masa kita bersua
Ketika tiga bercerai rame
Di waktu tertentu berpandang terang

Kalau kekasihmu hasratkan dikau
Restu sempana memangku daku
Tiba masa kita berdua
Berkaca bahagia di air mengalir

Bersama kita mematah buah
Sempana bekerja di muka dunia
Bunga cerca melayu lipu
Hanya bahagia tersenyum harum

Di situ baru kita berdua
Sama merasa, sama membaca
Tulisan cuaca rangkaian mutiara
Di mahkota gapura astana rela.

d.      J.E. Tatengkeng (1907-1968). Karya-karyanya yang berupa sajak termuat dalam buku yang berjudul Rindu Dendam (1934). Isinya umumnya merupakan sajak-sajak kerinduDendaman penyairnya terhadap  Yang satu, Tuhan Yang Maha Esa. Ia seorang yang suka menyanyi-sunyi dan berkata:
Di tengah manusia
Aku tersia-sia
Mecari kabar
Yang agak benar
                      (Gadis Belukar)
Dan mengingatkan dirinya terbang sebagai burung yang lepas di alam semesta yang damai leluasa Mencari cinta mengarungi Angkasa:
O, lepaskan daku dari kurungan
Biarkan daku terbang melayang
Melampaui gunung, nyembrang harungan
Mencari cinta, Kasih dan Sayang.

Aku tak ingi dipagari rupa
Ku suka terbang tinggi ke atas,
Meninjau hidup aneka puspa,
Dalam alam yang tak batas…….
                              (Sukma Pujangga)
Kedamaian hati pun ia temui dalam kesadaran menerima kasih Tuhan, yang dikatakannya dalam bait terakhir dalam bait terakhir dalam buku kumpulan sajaknya.
O, Tuhanku
Biarkan aku menjadi nembunmu
Memancarkan terangmu
Sampai aku hilang lenyap olehnya,……..
                              (Rindu Dendam: Akhir Kata)
Lanjut kehalaman selanjutnya,......!

0 comments:

Posting Komentar