Minggu, Februari 26, 2012

Telaga Mayang


Sepasang kupu-kupu baru saja meninggalkan taman Puspa, meski matahari belum memperpanjang bayang-bayang dan bunga-bunga masih menawarkan aneka wewangian.

Tak kurang rerumputan meliuk-liuk disambar angin sepoi. Hanya bangku tua yang kupahat selembut kasih, kaku menatapku resah menantimu.

“ Aku masih di sini Mawar, menantimu seperti hari-hari kemarin. Disaksikan padang yang luas dan hamparan langit biru.

Yah,…….di tempat ini pernah kutulis sajak tentangmu, tentang rinduku, tentang cinta kita. Di tempat ini pula, kita pernah bernyanyi kira-kira semusim yang lalu saat pelangi membenamkan dirinya di Telaga Mayang.

Di telaga itulah dengan kesaksian alam, kita menobatkan diri kita,kau sebagai Mawar dan aku sebagai pangeran. Sungguh kenangan itu milik kita, hanya milik kita.terngiang pula saat kau bersandar di bahuku lalu berkata,

“Aku seolah terlahir kembali, menjadi manusia yang penuh arti dan harapan, seperti gadis belia yang memenuhi angan dan mimpinya untuk menjadi Raden kartini atau Aung San Suu Kyi ”

Lalu mata kita beradu seakan saling menyelami sampai kedasar yang tak terjamah selain bahasa qalbu.di sanalah aku temukan garis-garis luka di batinmu, basah dalam genangan air mata yang selalu jatuh di sudut matamu.

Sungguh pemandangan yang memilukan dan sangat beralasan jika malammu merindukan bulan yang berias sepuhan warna perak purnama sekalipun kelip bintang hanya setitik cahaya.

“Berapa lama kau dapat bertahan dibalik tembok yang menjulang dengan angkuhnya ini mawar, meskipun semua ini adalah pilihan dan garis tangan merupakan suatu keharusan tampa tawaran ” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku. Sungguh keadaan yang memilukan.Aku baru tersadar dari pemandangan yang memilukan itu setelah kau menyapaku dengan kata pangeran.

Kembali aku melihatmu tersenyum, indah sekali laksana bunga yang baru memekarkan kelopaknya. walau pemandangan itu tidak begitu lama, entah apa yang membuat segumpalan bening menguasai pandanganku.

“Pangeran, lihat sepasang belibis itu,begitu riang seolah-olah tiada sekelumit gundah merundung mereka, kehadirannya di telaga ini menggenapkan panorama alam hingga tiap mata yang memandang, tak akan jenuh dan berpaling.”
“Yah,…mereka adalah mahluk yang terlepas dari persoalan dunia, mereka hanya menikmati hidup. Tiada aturan,tiada paksaan dan tiada tekanan, kadang aku ingin menjadi seperti mereka”
Hemm……….
“Hidup ini penuh kecurangan dan penghianatan mawar, kau tahu,……….atas dasar apa perasaan kita terus tersakiti, sampai kapan cinta kita bersatu dan tak terpisahkan, bagai malam dan rembulan seia sekata meskipun bulan tak selamanya menghiasi malam, namun jauh di balik itu mereka saling membutuhkan. ”
“Mawar,……salahkah aku yang menaruh kasih kepadamu, meskipun seluruh ragamu telah kau relakan dalam ikatan suci, atau aku yang terlalu kerdil dalam memahami cinta? ”
“tidak kakanda, sebelum kau datang dalam kehidupanku, seakan hidupku tak pernah menikmati kedamaian, dunia ini terlalu kejam, memandang segalanya dengan materi, mencintai wanita hanya berdasarkan fisik, dengan menjadikan tameng garis keturunan, kemudian menjerat wanita dengan kejinya. Sekiranya Tuhan menetapkan kita selamanya di sini, aku ingin hidup denganmu meski hanya beralaskan kasih sayang. Aku tidah membutuhkan materi yang berlimpah jika pada akhirnya memasung jiwa dan batinku. Aku hanya ingin hidup di sampingmu. Kanda jangan tinggalkan aku sedetikpun, bawalah aku kemanapun engkau pergi”
“Mawar, raga kita memang terpasung dalam ikatan suci, namun hati kita dapat bersatu meskipun hanya di tempat ini”

Setelah itu kau mendekapku dengan air mata yang berderai. Disela isak dan hembusan panjang yang berulang, aku dapat merasakan beban dan goncangan jiwamu . Mawar, duka yang merajangmu hingga detik ini, adalah gundah yang merundung sukmaku, betapa ingin kurangkai bintang kecil dan kuletakkan sebagai mahkota di rambutmu, hanya untukmu,…….!
Semua kenangan tentang kita, kini terekam kembali. Kenangan itu menyegarkan kembali ingatanku tentangmu. Tapi apa yang terjadi denganku, mengapa kepalaku diperban,….?, Mawar sekiranya kau ada di sini, mungkin kau dapat menjelaskan apa yang terjadi denganku.

Matahari semakin jauh sementara kau belum tampak di taman ini, tempat yang kita cipta bersama. Ada kegundahan menyelimuti hati dan pikiranku, apakah karena kau tak hadir di sini atau apakah mungkin kau lupa menemuiku di tempat ini.
Ah,…..mungkin ini hanya firasatku saja, meskipun aku merasa ada yang hilang jika aku di taman ini tanpamu.Tapi mengapa batinku gelisah,……..atau telah terjadi sesuatu padamu?
Mendung mulai berarak menutupi langit, menghalau sinar matahari yang cahayanya mulai melemah meskipun masih mampu menghangatkan kulit. angin mulai bertiup seakan-akan berlari menerjang taman ini.
Halilintar bersahut-sahutan, bagai lecutan cemeti raksasa bergemuruh seakan hendak membelah langit. Dalam keadan itu aku berlari dan terus berlari.


Namun di tepi telaga ini, aku mendengar suaramu sayup memanggilku. ”pangeran, pangeran, aku di sini pangeran, aku di sini! “


“ Mawar,……..Mawar, engkau di mana, Mawar……….Mawar………….!
“Kakanda aku di sini” Bangun kanda,…… bangun……..”dengan linangan air matamu yang jatuh di pipiku. Aku mulai membuka mata perlahan, walau sesaat pandanganku kabur namun dapat menangkap siapa yang ada di depanku.
“Kakanda, kau sadar sekarang, terima kasih Tuhan”
“ Mawar, kaukah itu,.….? Apa yang terjadi denganku, aku berada di mana sekarang….? ”
“kau baru saja melewati koma kakanda. Sebulan lebih kau tak sadarkan diri. Kakanda masih ingat waktu terakhir kakanda berkunjung kerumahku,….? Waktu kakanda pulang kakanda mengalami kecelakaan”
“ Yah aku ingat sekarang, Malam itu seorang pengendara motor Ninja mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Dan di perempatan jalan Sandrima, ia menabrakku dari arah berlawanan. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Lalu aku berada di taman Puspa di tepi telaga Mayang, dunia yang kita cipta bersama dalam khayal kita. Mawar, aku menunggumu di sana tapi kau tak datang, aku gelisah menantimu sampai matahari condong ke barat. Entah mengapa tiba-tiba alam mangamuk, halilintar berkejar-kejaran. Aku berlari dan terus berlari, lalu aku mendengar kau memanggil-mangilku tapi kau tak tampak. Aku takut sekali Mawar”
“Malam itu aku gelisah dan ingatanku tak mau lepaskan dari dirimu kakanda. Maka aku menghubungimu, lama baru ada jawaban. Aku kaget ketika yang menjawab telefonku adalah dokter dan mengabarkan bahwa kau ada di rumah sakit Salewangang. Aku lalu bergegas ke sana dan mendapatimu terbaring dengan kucuran darah, kau tidak sadarkan diri. Aku menunggu di sampingmu dan terus berdoa untuk kesembuhanmu, muhjisat itu datang juga. tadi kakanda mengigau dan menyebut-nyebut namaku”
“Selamat, anda telah berhasil melewati masa kritis, tapi sebaiknya jangan terlalu banyak bergerak dulu, permisi”
Terima kasih dok, “Jangan tinggalkan aku sendiri Mawar”
“Tidak kakanda, saya tidak akan meninggalkanmu sendiri, kita akan selalu bersama-sama, menikmati taman Puspa dan manyaksikan sepasang Belibis bermain di telaga Mayang,” sambil memegang tanganku aku merasa lembut kasihnya

Untuk kesekian kalinya aku melihat Mawar tersenyum manis sekali walau air matanya jatuh sebagai keharuan yang tulus

0 comments:

Posting Komentar